Facebook

Minggu, 09 Januari 2011

POLITIK ( BUKAN ) PASAR TERNAK


Politik mungkin saat ini adalah dunia paling dekat dengan saya. Dunia yang kata orang yang bersuara penuh hangat di warung kopi adalah dunia yang kejam, dunia yang penuh sikut diantara aktornya, dunia yang kawan dan lawan sangat tipis batas nadirnya. Dunia yang juga disebut dunia penuh kebohongan, dunia penuh kelicikan. Tapi di negara kita, kenyataan itu berlawanan dengan fakta, berbodong – bondongnya “ orang – orang  baru  “ yang berasal dari berbagai latar belakang. Pengusaha, artis, teknokrat, akademisi, ada juga lulusan SD yang coba – coba jadi wakil rakyat di daerah. Politik bukan lagi sebagai alat untuk mensejahterakan rakyat, tetapi lebih dalam adalah sebagai sarana “ mencari pekerjaan “, di zaman yang sangat sulit mengaktualisasi diri dengan kemampuan yang kita miliki untuk bertahan hidup.
Agenda mensejahterakan rakyat adalah sebatas pemanis yang digunakan untuk mendapat simpati yang lebih tepatnya adalah mendapat suara di pemilu agar politikus – politikus ini dapat “ mendapat pekerjaan “ itu. Agenda yang berfungsi menemani para biduan – biduan dangdut mendendangkan lagu – lagu yang menggoyang para simpatisan yang sudah di bekali kaos dengan warna – warna  mencolok, merah, hijau, kuning, biru yang pasti tak lepas dari gambar – gambar lambang partai. Selain itu, tak ketinggalan pemanis lain juga ditambahkan, amplop.
Para simpatisan yang notabene adalah rakyat – rakyat jelata pasti tergiur untuk datang mengikuti kampanye itu, seperti anak – anak yang dibagi permen, semua akan menyerbu takut tak kebagian. Akhir – akhir ini permen warna apa yang paling Anda sukai ?.
Politisi yang sudah mendapat posisi, menghilang tanpa jejak, meninggalkan rakyat yang penuh pengharapan. Seperti kulit kacang yang nasibnya selama ini selalu terbuang. Rakyat tak punya kuasa menagih janji – janji para penguasa yang dulu membagi janji semanis permen. Pernah makan permen rasa kacang ?. Rasanya manis – manis gurih.
Bukan hanya hal kacang lupa kulitnya yang membuat rakyat geram pada politisi –politisi yang memang berasal dari lingkungan politik ataupun politisi karbitan yang bagai tupai, lihai meloncat dari satu sektor ke sektor lain, politik.
Kinerja yang tidak maksimal hingga tingkah para politisi yang tak pantas “ dipertontonkan “ pada publik yang tak lain adalah para simpatisan yang dulu “ menolong “ para politisi ini dengan suara – suara yang diberikan dibalik bilik. Tidur dikala rapat, “ perang “ merek ponsel diantara para politisi hingga skandal – skandal yang tak senonoh, sungguh tak layak sebagai perilaku wakil – wakil rakyat.
Kesejahteraan seperti yang dijanjikan memang ada, tapi hanya sebatas untuk kalangan mereka, terlihat dari mobil – mobil seri baru dengan merek yang saling saing, rumah yang ada di perumahan mewah, ponsel yang fiturnya terlalu lengkap,mungkin mereka tak tahu fungsi fitur – fitur itu, atau tas – tas produk luar negeri yang berharga berates kali harga sekali makan para buruh – buruh pabrik, atau sepatu – sepatu mengkilap yang tiap rapat ganti model ?. Kapan anda terakhir ganti sepatu ?.
Entah karena salah sistem atau penyedia “ politikus – politikus “ ini, partai. Yang saya tahu,beberapa fungsi dari partai politik salah satunya adalah adalah memberi pendidikan politik pada masyarakat, mengajarkan bagaimana memlih politikus yang pantas mengemban amanah dari rakyat kecil. Tetapi  fungsi itu jarang sekali dilakukan oleh partai politik di Indonesia, mereka para aktivis partai sibuk sendiri bagaimana agar partainya dapat tetap eksis di kancah percaturan politik tanah air.
Fungsi rekriutmen juga tak dijalankan sesuai fungsinya, partai politik hanya melihat kemampuan financial seorang calon politisi atau ketenarannya, bukan melihat kemampuan, daya juang dan potensi politikus dalam mengemban amanah yang tak main – main. Keberlangsungan negara ini memang menjadi tanggung jawab kita semua sebagai warga negara, tetapi tak bisa dipungkiri,ditangan politikus – politikuslah keputusan – keputusan strategis akan dikeluarkan. Salah satu hal yang bisa kita lakukan untuk memperbaiki keadaan ini adalah kita harus mempergunakan hak pilih yang kita miliki untuk memilih calon – calon pemimpin yang terbaik. Memilih dengan hati yng dibekali pengetahuan politik, bagaimana track record dari masing – masing calon,bukan hanya memilih pemimpin hanya melihat ia mantan artis, atau ia memiliki harta yang berlimpah. Tinggalkan politik pasar ternak, memilihlah dengan arif, gunakan hak pilih anda dengan bijaksana, masa depan bangsa ada pada keputusan kita saat ini dalam memilih pemimpin. Selamat memilih. Salam bijaksana.

By: Khanif Idris (06-01-11 )

Tidak ada komentar:

Posting Komentar