Facebook

Selasa, 26 Juni 2012

MERAJUT KOALISI


Koalisi adalah sebuah pengelompokan aktor-aktor politik pesaing untuk dibawa bersama baik melalui persepsi ancaman bersama atau pengakuan bahwa tujuan mereka tidak dapat tercapai dengan bekerja secara terpisah (Heywood).[1] Sedang menurut Gamson, koalisi adalah penggunaan sumberdaya bersama untuk menentukan hasil dari sebuah situasi politik campuran yang melibatkan lebih darin dua unit.[2]
 Pada negara yang menganut sistem multipartai, koalisi telah menjadi keharusan sebagai hal yang wajib dilakukan bagi partai pemenang pemilu. Hal ini didasari bahwa jumlah masa akan terpecah pada banyak simpul-partai. Pun dengan negara penganut Presidensial multipartai seperti Indonesia. Pemenang pemilu sebagai aktor yang berkuasa mengendalikan semuanya (the winner take all) memerlukan koalisi agar pemerintahannya menjadi kuat dengan legitimasi partai koalisi lain.

Menurut Heywood, ada 4 macam pola koalisi, yaitu:
1.    Koalisi elektoral, yaitu aliansi dimana masing-masing partai anggota koalisi setuju tidak bersaing melawan satu sama lain anggota koalisi tersebut.
2.    Koalisi legislatif, yaitu kesepakatan dua partai atau lebih untuk mendukung sebuah produk undang-undang atau kebijakan tertentu.
3.    Koalisi pemerintahan, yaitu kesepakatan formal diantara dua atau lebih partai yang melibatkan distribusi tugas menteri.
4.    Koalisi pemerintahan nasional, yaitu koalisi antara partai besar utama dan dibentuk hanya dalam kondisi krisis.
Pertimbangan paling utama dalam koalisi saat ini adalah bukan lagi masalah ideologi, tetapi yang menjadi pertimbangan adalah jumlah massa suatu partai. Aplow dalam “A Theory of Coalition in The Triad” membuat simulasi dari koalisi yang berisi tiga partai (triad). Dalam simulasinya, Ia berasumsi bahwa :
1.    Anggota Triad mungkin berbeda kekuatannya.
2.    Setiap anggota Triad menjadi kontrol bagi anggota lain,
3.    Kekuatan akan bertambah,
4.    Format koalisi berlangsung dalam format triadik.

Sedang Gamston membagi pola koalisi menjadi 4 argumen teoritikal asal terbentuknya, dimana koalisi terbentuk bukan hanya melihat sumberdaya, tetapi ada dimensi lain yang melatarbelakanginya, yaitu sebagai berikut :[3]
1.    Minimum- Resuorce Theory, koalisi ini menekankan pada sumber daya yang dibawa partai koalisi. Dalam koalisi ini, mereka hanya menghitung bagaimana mereka menang dengan suara minimal yang dapat terbentuk.
2.    Minimum- power Theory,  koalisi ini menekankan pada kekuatan relatif partai politik. Koalisi ini menjadikan partai dengan kualitas terbaik menjadi pemimpin, bukan melihat sumber daya-nya.
3.    Anticompetitive Theory, koalisi seperti ini terbentuk dari partai-partai dengan kekuatan dan sumber daya yang hampir sama. Dalam koalisi ini hanya ada posisi tawar-menawar dalam menentukan pembagian keuntungannya, tanpa melihat kekuatan dan sumber daya yang dibawa partai tersebut.
4.    Random choice, koalisi ini susah untuk dihitung secara rasional. Koalisi ini terbentuk biasanya pada situsi yang isidentil saja.

Selain pola koalisi, para ahli juga memberi penjelasan mengenai motif koalisi. Hinckley melakukan simulasi motif koalisi dengan 3 aktor,berdasar simulasi yang dilakukan, ia membagi motif koalisi menjadi 3, yaitu :
1.    Mencari efisiensi.
2.    Menjadi pemegang control dalam koalisi terhadap partai yang lebih lemah dalam koalisi,
3.    Mengamankan diridari beberapa keadaan.
Selain itu, Debus (2008)menyebut bahwa partai melakukan koalisi didasari oleh salah satu dari dua alasan, yaitu:
1.    Berorientasi pada kekuasaan (office-oriented approaches)
2.    Berorientasi pada kebijakan (policy-orientied approaches)


 KOALISI POLITIK DI INDONESIA PASCA PEMILU 2009
Pasca kemenangan mutlak Partai Demokrat di pemilu 2009, sejumlah partai politik melakukan koalisi sebagai partai pendukung pemerintahan SBY dan juaga di Parlemen. Sedikitnya ada 6 partai besar peserta pemilu yang lolos Parlementary Threshold (PT). partai-partai yang tergabung dalam koalisi ini adalah Partai Demokrat (PD), Partai Golongan Karya (PG), PArtai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Amanat Nasional (PAN) dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).
Kekuatan koalisi ini terbilang sangat kuat. Ini terbukti jika kita melihat perolehan kursi parlemen masing-masing partai koalisi. Partai Demokrat memperoleh 148 kursi, Partai Golkar memperoleh 106 kursi, PAN memperoleh 46 kursi, PPP memperoleh 38 kursi, PKB memperoleh 28 kursi, PKS memperoleh 57 kursi. Maka jika kita hitung, total kursi seluruh jumlah partai koalisi  mendapat total kursi sebanyak 423, sedang kursi diluar koalisi hanya 137 kursi saja.
Koalisi yang diprakarsai PD terdiri dari berbagai model partai. Sedikitnya ada dua ideologi partai didalam koalisi tersebut, yaitu nasionalis dan islam. Menurut Lijphart ketercakuapan mayoritas  kursi tidak menjamin kesetabilan koalisi apabila tidak memperhitungkan jarak ideologi pada masing-masing anggotanya.
Koalisi politik tersebut-pun mengalamai seperti yang diteorikan oleh lijphart, koalisi pendukung pemerintahan SBY yang terdiri dari dua ideologi tersebut tidak berjalan harmonis. Ini terlihat dari beberapa penyikapan kebijakan yang tidak sependapat dengan usul yang digagas SBY.
Pada sidang DPR RI tentang perubahan APBN-P 2012, beberapa partai di parlemen yang tergabung dalam koalisi pendukung pemerintahan SBY justru menolak usul SBY untuk menaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM). Begitupun ketika digelar sidang untuk penyikapan kasus bank Century. Beberapa wakil partai koalisi di DPR tidak sependapat dengan usulan pemerintah.
Selain itu, jika dilihat dari sumber daya yang dimiliki, koalisi pendukung SBY adalah koalisi yang terlalu besar. koalisi ini termasuk dalam jenis oversized coalition) dimana koalisi ini menguasai lebih dar 50% jumlah kursi di DPR. Ini menjadikan pertimbangan yang sangat sulit bagi SBY. Bagi SBY, jumlah koalisi yang terlalu besar justru menjadi boomerang bagi dirinya sendiri.
Dengan koalisi yang sangat besar, SBY dalam membuat kebijakan harus memikirkan bagaimana semua pihak dalam kalisi mendapat keuntungan. Hal ini akan menjadi Sandra bagi dirinya, sehingga ia akan sangat tergantung dan terkesan sangat lamban dalam mengambil keputusan.

KHANIF IDRIS
MAHASISWA JURUSAN ILMU PEMERINTAHAN 
FISIP-UNDIP 2010.

[1] Partai Politik Teori dan Praktik di Indonesia.
[2] Ibid.
[3] Ibid.

4 komentar:

  1. apik Khif, saranku lebih pertajam analisis pribadimu, jgn ragu2 , oke og tulisan2 mu :-D

    BalasHapus
  2. yoa mamen..
    makasih komennya...
    :D

    BalasHapus
  3. Terimakasih informasi nya gan, sangat bermanfaat :)
    ditunggu kunjungan baliknya yaah ,

    BalasHapus
  4. kunjungan,

    terima kasih banyak informasinya...

    BalasHapus