Akhir
pekan ini berkesempatan pulang ke Purbalinga, setelah 3 bulan tidak pulang,
kali ini menemani Donna memindah barang-barang dari kos ke rumah Sokaraja,
serta kondangan ke pernikahan seorang senior. Rutinitas “pulang” pada awal saya
kuliah di Semarang, amat sering saya lakukan, menengok dan menemani Ibu adalah
tujuan utamanya. Dua kali dalam kurun waktu sebulan, pasti saya sempatkan.
Selepas
wafatnya Ibu, saya jarang pulang ke Purbalingga. Karena “tak ada lagi” yang
musti ditengok di rumah, kebetulan Bapak masih aktif dinas di luar pulau, dan
kakak-kakak yang juga jauh merantau. Jadilah, rumah kosong,hanya ditunggu
seorang pembantu, yang sudah puluhan tahun setia membantu di rumah kami. sesekali sewaktu saja ada long weekend, kami memang janjian
untuk pulang, temu kangen di rumah, barulah rumah menjadi “berpenghuni lagi”.
Kemarin,
saya pulang, rumah masih sama seperti dulu, masih ada pohon-pohon anggrek yang
setia “menunggu” pemilik rumah pulang, masih ada akuarium besar, walau sekarang
dibiarkan kering tak berisi, dan segalanya masih sama, keculi aroma rumah yang
kini khas rumah jarang di pakai,
beberapa jaring laba-laba di pojok-pojok ruang, kulit tembok yang mengelupas di beberapa tempat, yang paling
jelas, kini tak ada “Ibu yang menunggu”. Ya Ibu, yang selalu menunggu di kursi panjang
di ruang tv, di ruang tamu, di teras, dengan aroma “minyak kampak” yang selalu lekat, beliau yang hangat selalu bisa
membuat siapa saja yang pulang, kembali penuh semangat. Sekian, biarkan saya
menitihkan air mata, kangen tak ada dua, khusus untuk Ibunda.
Oleh-oleh
dari rumah.
Tembalang,
22 Maret 15
Tidak ada komentar:
Posting Komentar