Air
mata ini membasah di ujung mata, tak tertahan lagi rasa yang membuncah pagi
ini, rasa syukur yang mendalam dalam subuh ku yang terlampau agak siang. Sebuah
ingatan tentang hari kemarin yang membuat akhir tahun ini menjadi haru biru.
Akhir
tahun yang mendayu, akhir tahun dimana ingatan ini akan jadi batasan yang
mengantarku menjemput masa depan, anganku. Kedua tangan aku rapatkan,
ujung-ujung jari ini ku tempelkan di keningku, aku masih bersila.
Sesekali
aku melihat pantulan cahaya dari batu merah jambu di ujung jari manis tangan
kananku, sebuah cincin hadiah dari seorang bapak, suami ibuku. Ibu jariku tetap
merapat keduanya, kanan kiri. Ujungnya didagu, jadilah tangan ku seakan
membelah muka, ujung kedua telunjuk di kening, dan ibu jari kediua ujungnya
menyatu di dagu.
Ujung
telunjuk-telunjuk ini seakan mempunyai alur sendiri yang simetris, mereka
mengurut dahiku, pelan dan semakin membuat aliran sungai kecil di ujung mataku
mengalir tak terbendung. Aku hanya terisak.
Aku
tersedan, aku mengharu biru, aku tertegun, semua membuncah mengingat hari
kemarin, ketika usia menjadi 19 dalam tahun kehidupanku. Aku masih ingat
penggal demi penggal kejadian kemarin, runtut.
Dunia
lain aku nikamati bersama Supis, teman kos ku, aneh malam ini, kos sepi, dan
hanya ada dua pasang mata di depan televisi, tiba-tiba dua suara keras
berteriak, aku kaget, reflek aku mendekat, penasaran.
Suara
Wicak dan Gendul, menerangkan suatu hal, aku membungkukkan tubuhku mencoba
mengamati yang mereka tujuk. Tapi, zap….mereka menangkap kaki dan ujung tangan
ku, aku digotong menuju teras kos yang sepi tempat awal aku menikmatai tayangan
mistis tadi.
Ada
Hilmi, seorang senior kos yang sedang asik menyantap mi instan, mentah. Ada
Supis yang diteriaki, “ njikot banyu…njikot banyu cepet..”.aku tak mengerti
lagi apa yang dilakukan orang-orang ini, yang jelas badanku basah kuyup, dan mi
yang sedang Hilmi nikmati bisa berada dalam celanaku, panas karena bumbu pedes
mi tak terelakkan lagi.
Mau
tidak mau badan ini harus dibasuh pagi buta ini juga, dingin membasuh badan ini
langsung tanpa permisi, kuputuskan aku harus cepat tidur, masuk selimut, sambil
mendengar alunan musik yang aku putar di laptopku.
Pukul
03:02, aku baru tidur 90 menit nampaknya, telpon seluler ku berdering, aku jawab
panggilan itu, tak kulihat dari siapa, tapi aku tahu suara itu, Donna adik ku.
Ucapan selamat dan doa yang ia ucapkan hanya bisa kubalas dengan amin dan
terima kasih, aku tidur lagi.
Aku
baru saja subuh, ponsel berdering, sebuah deringan yang aku tunggu, Ibu atau
Bapak? Aku bertanya. Ternyata panggilan itu dari Ibu. aku jawab panggilan itu,
salam yang lembut aku beri sebagai
sapaan, seperti biasa. Jawaban salam mengawali ucapan selamat, dan beberapa doa
yang Ibu panjatkan pagi subuh ini sebagai pengharapan akan perubahan padaku di
umur yang baru. Aku hanya mengamini dan larut dalam isakanku.
14
menit kemudian, ponsel ini berdering, dari Bapak panggilan ini berasal, ucapan
dan doa lancer tepanjat dari kata-katanya, sama seperti tadi, hanya amin dan
terisak. Isakan lirih ini masih tersisa sampai telpon itu ditutup salam. Telpon
kembali berdering, kali ini dari pacarku, sama, ucapan dan doa, bedanya aku
hanya mengamini tanpa terisak. Ia member sebuah hadiah berupa note di FACEBOOK berisi ucapan selamat, doa, dan
harapannya dan teman-temanku yang ia kumpulkan entah mulai kapan, makasih
sayang, makasih kawan-kawan.
Pagi
masih mencoba mangantar mentari, kira-kira pukul 06.20, setelah kubaca pesan
singkat ucapan selamat dan doa dari ponselku yang dikirim oleh kakak dan
kawan-kawanku. Pintu terketuk, aku buka pintu papan kamar kosku, dan sebuah
cahaya kuning dari api lilin menyambut rona wajah cantik pacarku, Cynthia. Ia
membawa sebuah kue tart bernuansa coklat, Aku tiup pelan lilin 19 itu. Aku
panjatkan doa kembali. Tart itu ku potong kecil-kecil dan kubagi pada semua
yang ada di rumah ini.
Hadiah
yang tak terduga aku dapat dari pacarku ini, Cynthia. Selain note yang berasal
dari berbagai sumber, mulai dari kakak dan kawan-kawan kampus. Ia juga membawa
selembar kertas besar yang berisi ucapan dan doa dari kawan-kawan kos ku, entah
kapn ia mengumpulkannya.
Sampai
siang masih banyak ucapan itu bermunculan, lewat pesan singkat, ucapan langsung
dikampus, terima kasih kawan- kawan atas ucapan dan doa kalian. Semoga kita
menjadi orang-orang yang semakin baik kedepannya.
Sehabis
maghrib aku rebahkan badan ini, sidang di kampus cukup melelahkanku, sebuah
telepon dari adikku, Donna. Ia meminta ijin berkunjung ke kos sebentar. Aku
tunggu ia di depan kos, Ia datang mengambil kertas yang aku pinjam tadi
dikampus, dan ia juga memberiku sebuah novel yang sudah sepertiga darinya
kubaca malam itu juga, sepertiga yang membuat haru biru. HAFALAN SHALAT Delisa,
karya Tere Liye.
Ya,
itulah hari kemarin, ketika usia ku ada pada angka 19 pada tahun kehidupanku,
terima kasih Doa,ucapan, dan kadonya Ibu, Bapak, Kakak, Sayangku Cynthia,
Adekku Donna, dan kawan-kawan semua. Amiin untuk semua doanya, semoga kita
menjadi lebih baik kedepannya.
Alhamdulillah…ya Allah atas segala nikmat-Mu yang Engkau beri
selama ini, maaf atas segala dosa yang hamba lakukan, bimbing hamba untuk
menjadi manusia yang lebih baik dari hamba yang kemarin, hamba yang dahulu, lindungi
hamba dan orang-orang yang ada disekitar hamba dari siksamu di dunia dan
akherat. Amiin.
Khanif idris
ga tw knpa ak terharu biru smpe tersedan baca ini....
BalasHapus=`)
:P
BalasHapuswih, hafalan shalat delisa. sya bacanya taon berapa yah. lupa. tpi mmg bagus bener tuw buku. sumpah bikin mewek, plus malu sma tabiat sendiri. :)
BalasHapussemoga kau senang di hari kemarin sayangggg :)
BalasHapusaku juga gak lupa gmna ekspresi muka kamu pas buka pintu.. hihihihi :) semoga kamu menjadi insan yang lebih baik lagi yaa sayang :) Amieeennnnnnnnn :D