Minggu
ini rangkaian debat politik di TV digelar, banyak tema dan pembicara, mulai
dari Undang-Undang Agraria, perampokan minimarket,
kontrovensi mobil kiat esemka yang dijadikan mobil dinas Walikota Solo,
pembicara mulai dari Dosen, Rektor,
Politisi, Ekonom, Kyai sampai Budayawan pun ikut memberi pandangan.
Berawal dari acara diskusi di Metro Tv 12/01/2012,
istilah negeri Autopilot muncul untuk menggambarkan kondisi kepemimpinan di
Indonesia saat ini, saat presiden SBY menjadi “pilot pesawat bernama Indonesia Raya”.
Dalam acara debat tersebut diilustraikan bahwa “pesawat” ini berjalan sendiri
atau sering disebut Autopilot. Ya
negara ini dirasa tidak ada “Pilot”-nya, tidak ada pemimpinnya. Sebuah kata
yang bermakna sangat luas. Boleh dibilang bahwa ini sebuah judgement bahwa masyarakat kehilangan ruh untuk berjuang bersama. Masalah
yang sangat kompleks ada pada kata ini, apa kesalahan pemimpin kita, bagaimana
rakyat yang mulai tidak percaya pada pemimpinnya, dan belum lagi dampak besar
yang akan ditanggung kedepannya.
Beberapa
politisi mengatakan, negeri ini dikendalikan orang lain, bangsa lain diluar
negeri ini. Ada pula politisi yang mengatakan bahwa “pilot” negeri ini tidak
menguasai teknik “mengendarai” negeri ini. Saya rasa pemikiran yang aneh, ketika
Presiden yang dua kali terpilih dalam pemungutan suara secara langsung dan kini
didukung 60% lebih suara rakyat tidak
menguasai teknik mengelola negeri ini. Setidaknya rakyat tidak terlalu bodoh
untuk hanya sekadar menilai, pun jika memang Presiden tidak menguasai teknik
memimpin negeri ini, dapat dipastikan pula Ia tak akan terpilih pada 2009 lalu.
Mari
kita runtut dari awal, istilah Autopilot bermula
dari sebuah spanduk yang mengatakan bahwa negeri ini tetap bisa berjalan tanpa
adanya pemimpin. Lantas media, dalam hal ini televisi menghubung-hubungkan
dengan segala kekacauan yang silih berganti terjadi di negeri ini.
Negeri
Autopilot dalam hal ini diartikan
bahwa negeri ini berjalan tanpa adanya pemimpin, atau dalam artian lain, negeri
ini berjalan tanpa arahan. Arahan untuk menyelesaikan masalah-masalah yang
terjadi, pun dengan arahan bagaimana kesejahteraan dapat dicapai bersama.
Alhasil, banyak sekali cara-cara “haram” yang dilakukan masyarakat untuk
mendapat kesejahteraannya, seperti mencuri, menipu dan segala hal curang lain
yang mencontoh pemimpinnya dimana untuk “meningkatkan kesejahteraan” mereka
menggunakan cara haram, korupsi.
Kembali
pada negeri Autopilot, saya kurang
setuju jika negeri ini dikatakan negeri Autopilot,
menurut saya, negeri ini jauh mirip seperti “pesawat yang sedang dibajak”.
Dalam pesawat yang sedang dibajak, terdapat banyak penumpang dengan berbagai
tujuan yang berbeda, ada seorang Pilot dalam hal ini Presiden, co-Pilot dalam hal ini Wakil Presiden dan
para awak kabin yang saya analogikan seperti Menteri-Menteri dan rakyat sebagai
penumpang.
Presiden
dalam hal ini dibajak oleh banyak kepentingan. Sebut saja kepentingan kaum
kapitalis dalam negeri, kepentingan neoliberal dari luar, dan kepentingan citra
yang terus menumpuk. Kita tahu bahwa SBY pada awal pencalonannya mulai didukung
banyak sekali pengusaha, kini pengusaha-pengusaha tersebut sejauh ini seperti meminta
“jatah” dari jerih payahnya dahulu.
Ketergantungan
pada hutang pun dapat menjadi “pembajak” lain bagi Presiden. Negara-negara
pemberi pinjaman pasti akan berusaha bagaimana mencari untung sebesar-besarnya
dari negeri ini. Di sinilah para pemberi hutang menjadi salah satu penyandra
yang saya maksud. Dengan “menawan” Presiden, saya rasa keuntungan lebih dapat
dikeruk lewat sumber-sumber daya alam yang tersedia di Indonesia.
Penyandera
lain adalah kepentingan pencitraan, anda ingat kalimat, “suatu kebohongan akan
ditutupi dengan kebohongan-kebohongan lain” ?. hampir sama dengan itu, citra
adalah hal yang dilihatkan sangat baik, penuh rekayasa bukan aslinya, jadi
citra satu akan ditutupi dengan pencitraan lain.hal ini menujukkan SBY yang
sangat terkenal dengan politik pencitraannya selalu berusaha agar apa yang Ia
ambil dapat memberikan citra yang baik bagi dirinya memang benar adanya.
Begitu
banyak “pembajak” yang mencoba untuk “membelokkan arah” pembangunan yang
dicanangkan oleh Presiden, maka jelaslah kini bahwa “Pilot” yang ada dalam
Republik ini sedang dibajak, sekarang tinggal pada hati sang “pilot” apakah Ia
tetap berteguh hati menuju tujuan awal menyejahterakan rakyat?.
Sebagai
penutup, ketegasan pemimpin dalam
menentukan sikap untuk membela rakyat, akan memberi dampak positif. Salah satu
dampak positif yang akan dirasakan adalah kembalinya kepercayaan rakyat. Dengan
kepercayaan rakyat tersebut, negeri ini akan kokoh, masyarakat tunduk pada
aturan yang telah dibuat, dan “Pilot” dapat menerbangkan kembali pesawat ini
sesuai dengan tujuan awal dengan aman, tanpa ada lagi “pucuk-pucuk senjata
pembajak”.
* Terima kasih untuk rekan-rekan yang telah memberi masukan dalam penulisan tulisan ini.
yup aku setuju dengan 'pesawat yang sedang dibajak'. bukan tidak ada pilotnya, melainkan pilotnya kebelet pipis mulu jadi diautopilotkan. wkwk #joke garing
BalasHapushahahahaa...
BalasHapusdasar..:P
pipisnya mampir di POM bensin ye??
Cita Eka : like this... jadi keinget mata kuliah Bispol tentang "penyanderaan/Mutual Hostage" di mana pemimpin dalam keadaan tersandera karena urusan politik dan bisnis.. coba baca teorinya dan relasikan dengan fakta untuk analisis "pilot".. :)
BalasHapusoke mba cita..
BalasHapusmutual hostage ajarannya pak Pri..
makasih masukannya mba.. :D
saya berjanji akan menjadi editor yang ga salah koreksi lagi...hahahaaaa
BalasHapusgood job boy
yap,Presiden,DPR,seolah titip absensi saja. Terbukti dari tak adanya inovasi,serta program yang dirumuskan negara hanya bagai ritual sakral dalam jalannya pemerintahan. Tak jauh pula visi misi mereka yang tak menunjukan kemajuan dan pencapaian. Mahasisma masih punya kekuatan ndak ya? Masyarakat sadar ndak ya?
BalasHapusbagaimana mau berinovasi, mereka kan sedang dibajak bung, agar selamat pasti mereka ikuti saja kata pembajak tersebut, kecuali "pilot" berjiwa ksatria yang tetap tegas membela "penumpangnya", rakyat.
BalasHapus