Facebook

Rabu, 18 Januari 2012

(Bukan) Negeri Autopilot



Minggu ini rangkaian debat politik di TV digelar, banyak tema dan pembicara, mulai dari Undang-Undang Agraria, perampokan minimarket, kontrovensi mobil kiat esemka yang dijadikan mobil dinas Walikota Solo, pembicara mulai  dari Dosen, Rektor, Politisi, Ekonom, Kyai sampai Budayawan pun ikut memberi pandangan.
Berawal dari acara diskusi di Metro Tv 12/01/2012, istilah negeri Autopilot muncul untuk menggambarkan kondisi kepemimpinan di Indonesia saat ini, saat presiden SBY menjadi pilot pesawat bernama Indonesia Raya”. Dalam acara debat tersebut diilustraikan bahwa “pesawat” ini berjalan sendiri atau sering disebut Autopilot. Ya negara ini dirasa tidak ada “Pilot”-nya, tidak ada pemimpinnya. Sebuah kata yang bermakna sangat luas. Boleh dibilang bahwa ini sebuah judgement bahwa masyarakat kehilangan ruh untuk berjuang bersama. Masalah yang sangat kompleks ada pada kata ini, apa kesalahan pemimpin kita, bagaimana rakyat yang mulai tidak percaya pada pemimpinnya, dan belum lagi dampak besar yang akan ditanggung kedepannya.

Beberapa politisi mengatakan, negeri ini dikendalikan orang lain, bangsa lain diluar negeri ini. Ada pula politisi yang mengatakan bahwa “pilot” negeri ini tidak menguasai teknik “mengendarai” negeri ini. Saya rasa pemikiran yang aneh, ketika Presiden yang dua kali terpilih dalam pemungutan suara secara langsung dan kini didukung 60% lebih suara  rakyat tidak menguasai teknik mengelola negeri ini. Setidaknya rakyat tidak terlalu bodoh untuk hanya sekadar menilai, pun jika memang Presiden tidak menguasai teknik memimpin negeri ini, dapat dipastikan pula Ia tak akan terpilih pada 2009 lalu.
  Mari kita runtut dari awal, istilah Autopilot bermula dari sebuah spanduk yang mengatakan bahwa negeri ini tetap bisa berjalan tanpa adanya pemimpin. Lantas media, dalam hal ini televisi menghubung-hubungkan dengan segala kekacauan yang silih berganti terjadi di negeri ini.
Negeri Autopilot dalam hal ini diartikan bahwa negeri ini berjalan tanpa adanya pemimpin, atau dalam artian lain, negeri ini berjalan tanpa arahan. Arahan untuk menyelesaikan masalah-masalah yang terjadi, pun dengan arahan bagaimana kesejahteraan dapat dicapai bersama. Alhasil, banyak sekali cara-cara “haram” yang dilakukan masyarakat untuk mendapat kesejahteraannya, seperti mencuri, menipu dan segala hal curang lain yang mencontoh pemimpinnya dimana untuk “meningkatkan kesejahteraan” mereka menggunakan cara haram, korupsi.
Kembali pada negeri Autopilot, saya kurang setuju jika negeri ini dikatakan negeri Autopilot, menurut saya, negeri ini jauh mirip seperti “pesawat yang sedang dibajak”. Dalam pesawat yang sedang dibajak, terdapat banyak penumpang dengan berbagai tujuan yang berbeda, ada seorang Pilot dalam hal ini Presiden, co-Pilot dalam hal ini Wakil Presiden dan para awak kabin yang saya analogikan seperti Menteri-Menteri dan rakyat sebagai penumpang.
Presiden dalam hal ini dibajak oleh banyak kepentingan. Sebut saja kepentingan kaum kapitalis dalam negeri, kepentingan neoliberal dari luar, dan kepentingan citra yang terus menumpuk. Kita tahu bahwa SBY pada awal pencalonannya mulai didukung banyak sekali pengusaha, kini pengusaha-pengusaha tersebut sejauh ini seperti meminta “jatah” dari jerih payahnya dahulu.
Ketergantungan pada hutang pun dapat menjadi “pembajak” lain bagi Presiden. Negara-negara pemberi pinjaman pasti akan berusaha bagaimana mencari untung sebesar-besarnya dari negeri ini. Di sinilah para pemberi hutang menjadi salah satu penyandra yang saya maksud. Dengan “menawan” Presiden, saya rasa keuntungan lebih dapat dikeruk lewat sumber-sumber daya alam yang tersedia di Indonesia.
Penyandera lain adalah kepentingan pencitraan, anda ingat kalimat, “suatu kebohongan akan ditutupi dengan kebohongan-kebohongan lain” ?. hampir sama dengan itu, citra adalah hal yang dilihatkan sangat baik, penuh rekayasa bukan aslinya, jadi citra satu akan ditutupi dengan pencitraan lain.hal ini menujukkan SBY yang sangat terkenal dengan politik pencitraannya selalu berusaha agar apa yang Ia ambil dapat memberikan citra yang baik bagi dirinya memang benar adanya.
Begitu banyak “pembajak” yang mencoba untuk “membelokkan arah” pembangunan yang dicanangkan oleh Presiden, maka jelaslah kini bahwa “Pilot” yang ada dalam Republik ini sedang dibajak, sekarang tinggal pada hati sang “pilot” apakah Ia tetap berteguh hati menuju tujuan awal menyejahterakan rakyat?.
Sebagai penutup, ketegasan pemimpin  dalam menentukan sikap untuk membela rakyat, akan memberi dampak positif. Salah satu dampak positif yang akan dirasakan adalah kembalinya kepercayaan rakyat. Dengan kepercayaan rakyat tersebut, negeri ini akan kokoh, masyarakat tunduk pada aturan yang telah dibuat, dan “Pilot” dapat menerbangkan kembali pesawat ini sesuai dengan tujuan awal dengan aman, tanpa ada lagi “pucuk-pucuk senjata pembajak”. 

* Terima kasih untuk rekan-rekan yang telah memberi masukan dalam penulisan tulisan ini.

7 komentar:

  1. yup aku setuju dengan 'pesawat yang sedang dibajak'. bukan tidak ada pilotnya, melainkan pilotnya kebelet pipis mulu jadi diautopilotkan. wkwk #joke garing

    BalasHapus
  2. hahahahaa...
    dasar..:P
    pipisnya mampir di POM bensin ye??

    BalasHapus
  3. Cita Eka : like this... jadi keinget mata kuliah Bispol tentang "penyanderaan/Mutual Hostage" di mana pemimpin dalam keadaan tersandera karena urusan politik dan bisnis.. coba baca teorinya dan relasikan dengan fakta untuk analisis "pilot".. :)

    BalasHapus
  4. oke mba cita..
    mutual hostage ajarannya pak Pri..
    makasih masukannya mba.. :D

    BalasHapus
  5. saya berjanji akan menjadi editor yang ga salah koreksi lagi...hahahaaaa
    good job boy

    BalasHapus
  6. yap,Presiden,DPR,seolah titip absensi saja. Terbukti dari tak adanya inovasi,serta program yang dirumuskan negara hanya bagai ritual sakral dalam jalannya pemerintahan. Tak jauh pula visi misi mereka yang tak menunjukan kemajuan dan pencapaian. Mahasisma masih punya kekuatan ndak ya? Masyarakat sadar ndak ya?

    BalasHapus
  7. bagaimana mau berinovasi, mereka kan sedang dibajak bung, agar selamat pasti mereka ikuti saja kata pembajak tersebut, kecuali "pilot" berjiwa ksatria yang tetap tegas membela "penumpangnya", rakyat.

    BalasHapus