Pemilihan
umum untuk memilih presiden kurang lebih tinggal 1 tahun lagi. Kini mulai
banyak terdengar nama-nama politikus mencuat memenuhi bursa calon Presiden
Indonesia yang diusung oleh beberapa partai politik. Sebut saja Partai Golkar
yang mengusung ketua umumnya Aburizal bakrie, Surya paloh yang diusung oleh
partai besutannya, Nasional Demokrat, Gerindra yang menjagokan Prabowo, Hanura
yang mantap memasangkan Wiranto bersama Hary TanoeSudibyo. Dan beberapa partai
lain yang sedang berfikir untuk mencalonkan kader terbaiknya. Beberapa partai
sedang mencari kader terbaiknya, seperti PDI Perjuangan yang masih mengkaji
apakah akan mencalonkan kembali sang ketua umum Megawati, atau Joko Widodo,
kader sekaligus gubernur Jakarta saat
ini yang menduduki peringkat nomer wahid di sejumlah hasil polling lembaga
survey.
Berbeda
dengan beberapa partai sedang mencoba menaikkan popularitas calon presidennya,
Partai Demokrat sebagai partai penguasa justru sedang sibuk dengan hajatan
partai yaitu “konvensi”. Istilah konvensi memang baru-baru ini terdengar dalam
kancah politik Indonesia, Demokrat menggunakan istilah konvensi sebagai sarana
untuk menyeleksi dan mengatahui seberapa besar tingkat popularitas dan
elektabilitas calon yang akan Ia calonkan sebagai Presiden nantinya. Konvensi
ini muncul, salah satu sebabnya adalah karena sang ketua umum sudah tidak dapat
lagi bertarung dalam kontestasi pemilihan presiden.
Secara
teoritis, konvensi akan menjadi inovasi baru untuk mendapatkan aktor-aktor
politik nasional yang baru. Hal ini sesuai dengan beberapa fungsi yang diemban
oleh partai yaitu sebagai sarana
rekruitmen politik dan sebagai sumber input aktor-aktor pengisi jabatan publik.
Konvensi juga dapat menjadi jalan bagi seseorang yang dirasa memiliki
kapabilitas tetapi tidak memiliki kendaraan
politikuntuk dapat berjuan dalam kontestasi ini, karena calon Presiden dan
wakilnya hanya dapat dicalonkan oleh partai politik, ataupun gabungan partai
politik.
Tetapi,
perlu dicermati bahwa jika kita melihat peserta konvensi yang ada, perlu
kiranya ada pengawasan ketat dari masyarakat. Ada beberapa peserta konvensi
yang berasal dari lingkungan pejabat
publik. Hal ini perlu pengawasan keras dari masyarakat, karena sebagai pejabat
publik melekat padanya kewenangan, fungsi dan fasilitas yang harus
dipertanggungjawabkan. Jangan sampai, karena konvensi ini, kinerja sebagai
pejabat publik menurun atau bahkan menggunakan kewenangan dan fasilitas yang
melekat padanya untuk keperluan pribadi demi mendulang dukungan dalam konvensi.
Mari awasi dan kritisi
Khanif
Idris
Kadiv
Kajian Strategis BEM KM UNDIP 2013
(Dimuat dalam buletin
“hitam-putih” BEM KM UNDIP)
wah..wah.. tulisannya keren banget nich,,,
BalasHapusngeblok-asyik.blogspot.com