Masa kampanye sudah hampir usai. Seharusnya
peserta pemilu, partai politik maupun perseorangan calon legislator telah
menjabarkan bagaimana Visi, misi, program kerja serta platform mereka pada
khalayak pemilih. Dimulai dari mereka identifikasi apa masalah bangsa hari ini,
menganalisis lalu menggunakan Visi, misi, program kerja serta platform-nya sebagai alat untuk membawa “perbaikan”
pada kondisi bangsa hari ini.
Sepanjang masa kampanye, kita justru
jarang disuguhi keempat alat tersebut, kita lebih sering disuguhi baliho memampangkan muka si calon legislator,
tanpa lebih spesifik menyebutkan gambaran apa yang akan mereka beri untuk “memperbaiki”
kondisi bangsa ini. Kampanye rapat umum, justru menjadi bagian acara yang
berfokus pada penyajian acara yang menampilkan artis dangdut, atau politisi
yang tetiba menjadi artis dangdut dadakan, larut tenggelam dalam hegemoni yang
suka ria, berjoget, ada pula yang sambil membagi uang. Terlepas dari benar-atau
tidaknya, memang ini bagian dari strategi, tetapi nampaknya mereka abai pada
fungsi mereka pada rapat umum untuk menawarkan dan bertarung menggunakan Visi, misi,
program kerja serta platform-nya
dengan kontestan lain.
Seharusnya, sedikit demi sedikit,
partai politik atau mereka yang menenggelamkan diri dalam kehidupan politik, sadar
bahwa mereka memiliki fungsi sosialisasi dan edukasi politik. Dengan kesadaran
tersebut mereka berusaha “mencerdaskan” pemilih, “merasionalkan” pilihan
pemilih. Kesadaran mencerdaskan akan membawa pada situasi berpolitik yang lebih
baik, “berperang Visi, misi, program kerja serta platform-nya” sebagai alat menghimpun pemilih untuk memilih mereka.
Sehingga tak lagi kita hanya beranggapan bahwa masa kampanye adalah masa dimana
sampah-sampah terpaku di pohon, baliho-baliho memampangkan wajah pas-pasan
caleg, atau pesta-konser dangdut yang terus berlanjut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar